Penuh Semangat Dan Optimis Setiap Hari. Bagaimana Caranya?
Saturday, February 2, 2019
Edit
Lebih dari sekadar adanya faktor-faktor yang memunculkan semangat, dari sisi internal (harapan) dan eksternal (dukungan), semangat itu lahir akhir dorongan dari dalam jiwa.
Kalau sudah begitu, berarti kita harus mengondisikan semoga jiwa kita selalu mengalirkan semangat kepada tubuh, meski bagaimanapun situasi yang kita hadapi; sulit atau mudah, jiwa tetap bersemangat dan optimis bahwa masalah-masalah itu akan sanggup teratasi dengan baik.
Bagaimanakah caranya? Apa yang mesti dilakukan?
Harapan tidak pernah muncul dari jiwa yang was-was, gelisah, dan putus asa. Harapan itu lahir dari jiwa yang tenang. Agar jiwa tenang, sangat penting untuk memperkuat komunikasi dan ‘koordinasi’ dengan Tuhan semoga senantiasa diberi petunjuk dan pedoman. Dari situlah lahirnya sebuah keyakinan. Dan, keyakinan inilah yang mendorong semangat dan optimisme.
Bagaimana? Suai?
http://www.sudeska.net/2010/07/15/penuh-semangat-dan-optimis-setiap-hari-bagaimana-caranya/
Kalau sudah begitu, berarti kita harus mengondisikan semoga jiwa kita selalu mengalirkan semangat kepada tubuh, meski bagaimanapun situasi yang kita hadapi; sulit atau mudah, jiwa tetap bersemangat dan optimis bahwa masalah-masalah itu akan sanggup teratasi dengan baik.
Bagaimanakah caranya? Apa yang mesti dilakukan?
1. Jangan pernah tinggalkan shalat lima waktu.
Ya, shalat yakni sarana komunikasi pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya tanpa hijab (perantara) apapun. Ini kesempatan besar. Jangan sia-siakan akomodasi yang tesedia lima kali dalam sehari itu untuk selalu berkomunikasi dengan Tuhan. Mohonkan pula do’a setiap kali selesai shalat untuk selalu diberi kebesaran jiwa dan petunjuk semoga senantiasa yakin akan usaha-usaha yang sedang ditempuh.
2. Wajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri.
Mewajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri itu bukan berarti mengganti aturan shalat Dhuha yang sunnat itu menjadi wajib. Mewajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri itu berarti mengakibatkan shalat Dhuha itu sebagai rutinitas yang tidak pernah kita tinggalkan. Awali setiap hari aktifitas kita dengan shalat Dhuha. Cukup dua raka’at saja, tapi rutin dikerjakan setiap pagi sebelum beraktifitas.
Dan, inti do’a shalat Dhuha itu sangat indah:
“…Yaa Allah Rabb-ku, jikalau rezekiku masih di atas langit, turunkanlah. Jika ada di dalam bumi, keluarkanlah. Jika sukar, mudahkanlah. Jika haram, sucikanlah. Jika masih jauh, dekatkanlah…”
Keutamaan lainnya terkait shalat Dhuha ini sanggup dibaca di postingan Bunda Lily wacana “Sedekah Untuk Setiap Ruas Tulang Badan“.
3. Wajibkan shalat Tahajjud bagi diri sendiri.
Ini juga sama artinya dengan shalat Dhuha tadi, yakni mengakibatkan shalat Tahajjud sebagai rutinitas yang tidak pernah kita tinggalkan. Kesulitan banyak kita dalam melaksanakan Tahajjud ini yakni sulitnya bangkit di tengah malam dan takut kekurangan tidur. Solusinya, siasati saja dengan menyetel alarm dan bangkit tiga puluh menit sebelum azan subuh. Bukankah waktu yang paling baik untuk Tahajjud itu sepertiga malam yang terakhir?
Tiga puluh menit sebelum azan subuh itu sudah cukup untuk mencurahkan perasaan kepada Tuhan. Jangan membebani diri, kerjakan saja dua raka’at Tahajjud dan tutup dengan satu raka’at Witir, tapi itu rutin dilakukan setiap malam. Bukankah Tuhan juga tidak suka bila amalan itu memberatkan kita? Tuhan lebih menyukai amalan yang sedikit, tetapi kontinyu dilakukan. Selesai dari itu, kita sanggup pribadi menunaikan shalat subuh.
Kesimpulannya, semoga hidup kita selalu bersemangat, kita memerlukan sebuah keinginan yang baik dan sempurna. Jika kita memerlukan harapan, berarti kita membutuhkan daerah menggantungkan keinginan tersebut. Jika kita menggantungkan keinginan itu kepada manusia, maka kita harus berkemas-kemas dengan resiko kecenderungan insan yang selalu berubah, tidak konsisten. Maka, sebaik-baiknya daerah menggantungkan keinginan itu hanya kepada Tuhan semata. Dia-lah daerah persandaran Yang Maha Kuat, Yang Maha Mengabulkan keinginan hamba-Nya, dan Yang Maha Menepati Janji.Harapan tidak pernah muncul dari jiwa yang was-was, gelisah, dan putus asa. Harapan itu lahir dari jiwa yang tenang. Agar jiwa tenang, sangat penting untuk memperkuat komunikasi dan ‘koordinasi’ dengan Tuhan semoga senantiasa diberi petunjuk dan pedoman. Dari situlah lahirnya sebuah keyakinan. Dan, keyakinan inilah yang mendorong semangat dan optimisme.
Bagaimana? Suai?
http://www.sudeska.net/2010/07/15/penuh-semangat-dan-optimis-setiap-hari-bagaimana-caranya/