Anak Membaca Usia Dini, Paud Dan Tk


Haruskah anak sudah bisa membaca sebelum anak masuk SD?  Benarkah kurikulum Tk dan PAUD mengharuskan anak mencar ilmu membaca, menulis dan berhitung sebagaimana belum dewasa SD?  Dan betulkah syarat untuk masuk SD anak lulusan Taman Kanak-kanak dan PAUD harus sudah bisa membaca?  Mari kita cari tahu jawabannya biar kita tidak gelisah ketika anak kita belum lancar membaca.

Mayoritas beberapa orang tua/wali murid belum dewasa PAUD dan Taman Kanak-kanak masih takut bila anaknya yang luluS PAUD ataupun Taman Kanak-kanak belum lancar membaca.  Mereka beranggapan bahwa belum dewasa sebelum masuk SD harus sudah bisa membaca, menulis bahkan berhitung.  Akibatnya mereka para orang renta menunjukkan tuntutan yang aneka macam terhadap sekolah PAUD dan TK, salah satunya yaitu anak harus sudah bisa baca.

"Bu guru tolong ajari anak saya biar bisa membaca!  Maklum ibu guru pelajaran di SD sangat susah."

"Ibu guru saya pusing dan gregetan, soalnya si dinda kalau disuruh mencar ilmu membaca sangat susah sekali, maunya main terus.  Tolong kasih les baca ya bu!" 

"Ibu guru tolong saya ya?  Saya diomelin terus sama suami.  Soalnya adi belum bisa membaca.  Sekolah tiap hari tapi koq belum ada hasilnya."

"Kalau belajar khusus baca di rumah ibu guru bisa tidak?  Soalnya ayahnya rendi mau biar rendi harus sudah lancar baca sebelum masuk SD?  Di rumah kalau saya ajarin sangat susah sekali, kadang rendi malah menangis."

Itulah beberapa teladan curhatan dan keluhan beberapa orang renta murid yang sering disampaikan kepada pihak sekolah khususnya ibu guru selaku pengajar di PAUD atau TK. Berdasarkan keluhan yang disampaikan orang renta sanggup disimpulkan bahwa mereka belum memahami dengan benar akan maksud dan tujuan dari pendidikan sekolah PAUD dan TK. Substansi dari pendidikan prasekolah belum dipahami dengan benar sehingga yang muncul yaitu tuntutan-tuntutan yang melebihi kapasitas belum dewasa usia dini dan melenceng dari konsep pendidikan anak usia dini.

Karena kurangnya pemahaman dan ilmu yang dimiliki wali murid, tak sedikit orang renta yang mengikutkan anaknya untuk mengikuti les baca di luar jam sekolah.  Akhirnya belum dewasa yang seharusnya masih dalam masa bermain diberikan beban-beban yang terlalu berat menyerupai belum dewasa SD.  Dan yang lebih parah lagi yaitu les baca yang diikuti anak masih memakai sistem konvensional menyerupai anak SD.

Jika belum dewasa usia PAUD dan Tk dipaksakan untuk mencar ilmu baca, maka hal ini akan menunjukkan efek jelek dikemudian hari.  Salah satu efek buruknya yaitu anak akan terkena penyakit Mental Hectic.  Anak-anak dengan aksara pemberontak ini akan mulai terlihat ketika anak sudah memasuki kelas 3 atau 4 SD (republika.co.id).  Selain itu ketika anak memasuki kelas 3 SD akan kesulitan menjawab pertanyaan yang bertema cerita. Jawaban anak dengan pertanyaan yang diajukan tidak akan menyambung.  Hal ini disebabkan anak tidak paham dengan kisah yang disampaikan.

Menurut Jean Piageat, belum dewasa usia dibawah 7 tahun belum memasuki fase operasional konkrit atau fase dimana belum dewasa belum bisa untuk berpikir secara terstruktur. Pelajaran Membaca menulis dan berhitung diharapkan kesiapan berpikir secara terstruktur. Jika belum dewasa tetap dipaksakan mencar ilmu membaca dan anak belum begitu mempunyai minat baca maka efek buruknya yaitu belum dewasa akan mempunyai persepsi yang tidak baik ihwal belajar.  Mereka akan membenci acara belajar, akhirnya anak malah tidak akan cerdas. Teori psikologi jean pigeat ihwal perkembangan banyak menjadi tumpuan beberapa kurikulum sekolah PAUD dan TK.

Hasil sebuah penelitian yang dilakukan di Finlandia menyebutkan bahwa belum dewasa yang diajari membaca dengan metode formal ketika usia anak 7 tahun akan mempunyai prestasi yang baik dalam membaca.  Reading achievement ketika anak usia 7 tahun akan lebih manis bila dibandingkan dengan anak yang mencar ilmu membaca namun dilakukan ketika anak usia 6 tahun dan usia dibawah 6 tahun.  Tes reading achievement tersebut dilakukan ketika belum dewasa usia 9 dan 10 tahun.

Pendidikan anak usia dini mempunyai tujuan utama untuk membantu kesiapan anak dalam tahap mencar ilmu tingkat selanjutnya.  Anak yang sudah lancar membaca semenjak usia dini bukan menjadi patokan utama bahwa anak dikatakan berhasil.  Akan tetapi kesiapan anak untuk mendapatkan pendidikan selanjutnya yaitu lebih penting.

Pemberian pendidikan membaca, menulis dan berhitung untuk belum dewasa usia dini harus dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.  Bermain sambil mencar ilmu yaitu metode yang paling sempurna sehingga anak akan menyukai pelajaran, bukan dengan pemaksaan bahwa anak harus mencar ilmu membaca dan anak harus sudah bisa lancar baca.

Bunyi PP no 17 Tahun 2010

"Penerimaan akseptor didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau bentuk tes lain." (Pasal 69)

Dari keterangan di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa persyaratan untuk masuk SD, anak tidak menurut atas tes membaca menulis dan berhitung. Jika di lapangan masih menemukan sekolah yang memberlakukan tes calistung sebagai syarat untuk masuk SD maka sanggup dilaporkan ke instansi Dinas Pendidikan setempat ataupun dengan meminta klarifikasi Kepala Sekolah terkait hal tersebut.

Namun bila bunda ataupun para orang renta tetap menginginkan anaknya supaya tetap mencar ilmu membaca  sejak usia dini, maka orang renta harus memperhatikan minat baca anak. Jika anak belum berminat maka dihentikan ada pemaksaan.  Carilah metode yang kondusif hingga anak mempunyai kemauan dan minat membaca. Orang renta harus ingat konsep untuk anak usia dini yaitu metode bermain.  Sebagai tumpuan biar anak bisa membaca maka Kartu Abaca bisa dipakai dan dipraktekkan.  Keterangan lebih lanjut bisa kunjungi http://abacaflash-card.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel