Besok Juga Tahu Sendiri!

Harta paling berharga di dunia ini ialah anak Besok Juga Tahu Sendiri!

Harta paling berharga di dunia ini ialah anak.  Mungkin ada yang sudah punya rumah, kendaraan beroda empat banyak, investasi emas berkilo-kilo, tabungan dimana-mana, namun anak kalau anak belum juga hadir, terasa masih kurang.  Bila usia sudah separuh kala dan belum juga dititipi amanah berupa anak, lalu menerima proposal sanggup punya anak dengan menukar separuh hartanya, tentu beliau akan bersedia.

Paradoks itu

Meski secara umum dikuasai orang renta tahu bahwa anak ialah harta yan paling berharga, bahkan nilainya tak lagi sanggup dihargai dengan rupiah atau dollar, namun kita sering menemukan bahwa harta termahal tersebut diurus dan dikelola apa adanya, bahkan sering ditelantarkan.

Banyak orang secara serius, penuh perhitungan dan melibatkan banyak andal diberbagai bidang untuk mengamankan dan menyebarkan harta miliknya dalam bentuk uang, investasi atau perusahaan.  Namun banyak pula orang renta yang menelantarkan kekayaan termahalnya (anak) dengan menawarkan waktu sisa, sumber daya insan (SDM) pengelola dan proses pengelolaan yang ala kadarnya.

Jika dalam konteks keberagamaan ada pemeo, "Tontonan jadi tuntunan, Tuntunan jadi tontonan," dalam konteks merawat harta termahal (anak) sanggup muncul pemeo, "yang termahal ditelantarkan, yang tak mahal dipuja."  Artinya betapa sudah terbalik-balik masyarakat kita dalam menerapkan kesadaran pemikirannya dengan implementasi kesehariannya.

Ada sebagian lain masyarakat, membersamai pertumbuhan anaknya dengan hirau tak acuh.  Setelah melahirkan dan menyiapkan makanan, anak dibiarkan tumbuh sendiri.  Tak ada bimbingan, tak ada upaya eksplorasi potensi.  Mereka sering berdalih, "Besok kalau sudah besar juga tahu sendiri, kapan harus begini dan begitu."

Orang renta demikian telah abai, bahwa tanggung jawab orang renta masih terus menempel hingga belum dewasa sanggup bangun diatas kaki sendiri dan berkeluarga.  Bahkan Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq dalam kadar tertentu masih terus melibatkan diri dalam kehidupan anaknya, meskipun sudah berumah tangga dan punya rumah sendiri.

Jika hari ini ada banyak sarjana kebingungan mau kerja apa?  Fenomena tersebut bersama-sama juga menggambarkan kegagalan orang renta dalam membersamai anak dalam menemukan talenta terbaiknya semenjak usia muda.  Betapa banyak kita temukan mahasiswa tingkat tamat masih gundah apa talenta atau passion dirinya?  Mereka masih gelap dalam memahami dirinya, apalagi menyebarkan potensinya.

Tantangan masa depan, ketika belum dewasa kita kelak pintar balig cukup akal tentu tidak semakin ringan, oleh alhasil Khalifah Ali Bin Abi Thalib pernah berpesan, "Didiklah anak-anakmu sesuai jamannya."

Supomo, S.s
Dirut Solopeduli 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel